Berobat Tidak Menafikan Tawakal
Bersama Pemateri :
Ustadz Ahmad Zainuddin
Berobat Tidak Menafikan Tawakal adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Rabu, 05 Rabi’ul Akhir 1443H / 10 November 2021 M.
Kajian Tentang Berobat Tidak Menafikan Tawakal
Adapun melakukan sebab dan berobat yang tidak ada kemakruhan di dalamnya, maka ini tidak menodai tawakal. Ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah secara marfu’, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ما أنزل اللهُ داءً إلا أنزل له شفاءً علمَهُ من علمه وجهلَه من جهِله
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Allah telah menurunkan untuknya obat. Ada yang mengetahuinya dan ada yang tidak mengetahui.” (HR. Bukhari Muslim)
Ini menunjukkan orang yang mengerjakan sebab tidak menafikkan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan jika obat tersebut bermanfaat, maka meninggalkan berobat dalam keadaan seperti ini tercela dan tidak disyaratkan.
Dan juga dalil yang menunjukkan bahwa semestinya seseorang berobat saat sakit (terutama jika ada obat yang diketahui), yaitu hadits dari Usamah bin Syarik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:
كنت عند النبي صلى الله عليه وسلم وجاءت الأعراب فقالوا يا رسول الله انتداوي؟ فقال: نعم يا عباد الله تداووا فإن الله عز وجل لم يضع داء إلا وضع له شفاء غير داء واحد. قالوا ما هو؟ قال: الهرم
“Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu datang seorang dari kampung Arab pedalaman dan berkata: ‘Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Iya, wahai hamba-hamba Allah, berobatlah, karena Allah ‘Azza wa Jalla tidaklah meletakkan penyakit kecuali meletakkan untuknya obat penyembuh, kecuali satu penyakit.’
Kemudian orang Arab itu bertanya: ‘Apa itu?’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata: ‘Tua.`” (HR. Ahmad)
Hadits ini juga menunjukkan bahwa disyariatkan untuk berobat dan tidak menafikkan tawakal ketika seseorang berobat.
Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata, “Hadits-hadits ini mengandung beberapa perkara. Yaitu di antaranya menetapkan adanya sebab dan akibat, membatalkan pendapat yang mengingkari adanya sebab dan akibat, perintah untuk berobat, dan bahwasanya berobat tidak menafikan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana tidak tidak menafikkan tawakal menolak lapar dan haus, dingin dan panas dengan kebaikan-kebalikannya.
Bahkan tidak sempurna hakikat tauhid kecuali dengan mengerjakan sebab secara langsung yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tegakkan sebagai konsekuensi dari akibat, baik itu secara kuasa Allah ataupun secara syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan bahkan meniadakan melakukan sebab mencela tawakal itu sendiri, sebagaimana ia mencela perintah dan hikmah dan bahkan melemahkan tawakal dari sisi dia mengira bahwa tidak mengerjakan tawakal maka lebih kuat dalam tawakal.
Karena orang yang meninggalkan sebab adalah kelemahan dan menafikan tawakal, yang mana hakikat tawakal adalah bersandar hati kepada Allah didalam perkara mendapatkan apa yang bermanfaat untuk seorang hamba pada dunia dan agamanya, dan menahan apa yang membahayakannya dalam perkara dunianya atau agamanya, dan harus bersamaan dengan bersandarnya hati dengan langsung melakukan sebab, kalau tidak mengerjakan sebab maka dia meniadakan hikmah dalam penciptaan Allah dan juga tidak sesuai dengan syariat Islam.
Maka jangan sampai seorang hamba menjadikan kelemahannya sebagai tawakal dan jangan jadikan tawakalnya sebagai kelemahan.”
Hukum berobat
Menit ke-23:36 Para ulama berbeda pendapat dalam perihal berobat, apakah hukumnya mubah dan meninggalkannya lebih utama, ataukah dianjurkan, ataukah wajib?
Yang masyhur dari pendapat Imam Ahmad adalah yagn pertama, yaitu dia mubah dan meninggalkannya lebih utama berdasarkan hadits ini dan yang semakna dengannya.
Yang masyhur menurut madzhab Syafi’i adalah dianjurkan berobat, bahkan disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim bahwasanya ini adalah madzhab Imam Syafi’i dan kebanyakan para ulama Salaf dan keumuman para ulama Khalaf, pendapat ini dipilih oleh Al-Wazir Abu Al-Muzhaffar, dia berkata: “Adapun pendapat Imam Abu Hanifah bahwa dia adalah sunnah mu’akkad bahkan sampai mendekati wajib.”
Sedangkan madzhab Imam Malik, bahwa dia sama rata melakukannya atau meninggalkannya. Imam Malik berkata: “Tidak mengapa, mau berobat atau tidak sama saja.”
Sayikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Tidak wajib menurut mayoritas para ulama, dan yang mewajibkan adalah sedikit dari kelompok ulama madzhab Syafi’i dan Imam Ahmad.”
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari kita download dan simak mp3 kajiannya.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51034-berobat-tidak-menafikan-tawakal/